Disclaimer: Cerita kabur dari pondok ini adalah kisah nyata penulis dan bukan untuk ditiru, cerita ini hanya menceritakan pengalaman pribadi penulis semasa hidup di Pesantren dulu.
Nama orang, tempat kami samarkan. Jika ada nama, tempat atau kejadian serupa
mungkin hanya kebetulan.
Cerita Pengalaman Kabur dari Pondok
Waktu menunjukkan pukul 9 malam, kala itu seluruh santri sedang belajar malam
di masjid.
Ada yang menghafal, muroja'ah, membaca Al-Qur'an ada juga yang ngobrol
dan bercanda.
Ya saat itu saya adalah orang yang sedang mengobrol tersebut, dengan kedua
teman yang sambil mengunyah mie instan yang sudah di remas.
Karena saat itu bukan waktu ujian/ulangan, Ustadz dan Mudabbir tidak
banyak yang berkeliling untuk mengontrol santri yang sedang belajar bersama di
masjid. Karena jika waktu imtihan (ujian semester) tiba, tidak mungkin
kita bisa mengobrol dan bercanda bebas seperti saat ini.
Meski 24 jam kami bersama, ada saja bahan atau topik obrolan, mulai dari
menceritakan pengalaman, masalah yang sedang dihadapi hingga gosip seputar
santriah.
Saat itu kami duduk di bangku kelas 4, atau jika di sekolah formal saat itu
kami kelas 1 SMA. Masa-masa dimana adrenalin memuncak, hasrat ingin mencoba
segala hal dilakoni, apapun resikonya.
Bagi kami remaja, 1 SMA adalah sebuah Golden Age, masa kejayaan dalam
mengukir kisah kelak setelah selesai sekolah nanti.
Lain Pesantren lain sekolah, keduanya akan berbeda kisah.
Selesai kami ngobrol-ngobrol dan bercanda, seseorang diantara kami
mengemukakan unek-unek
"Raj, kamu bukannya punya saudara ya di kampung atas sana?" Tanya
temanku
"Iya, trus kenapa ya?" Jawabku
"Ane tadi sore ketinggalan makan, malam ini kita kesana yuk?" Lanjut
temanku
"Eh, serius ente?" Jawabku lagi untuk meyakinkan kembali ajakan temanku
tadi
"Asli hayu! Bosen euy.. kali kali lah, ga bakal ketauan ini kok, asal liat
sikon nanti."
Jika bukan temanku saat itu yang mengajak ku keluar pondok malam itu, mungkin
aku tak akan mau keluar.
Alasan kami mengikuti ajakan nya karena dia sebelumnya bukan santri yang slalu
melanggar disiplin atau santri yang kurang rajin dalam belajar, tapi salah
satu santri yang memiliki posisi ranking atas dikelas.
"Eh tapi ane lagi ga ada fulus nih.." pungkasku mencoba membuat alasan
"Udah.. ga usah dipikirin itu mah, biar ane yang traktir, yang penting
malem ini kita keluar aja dulu, suntuk nih" jawabnya lagi
Sebenarnya saya malas saat itu, karena merasa hanya dimanfaatkan. Juga namanya
melanggar disiplin seperti ini biasanya jika sekalinya tidak ketauan maka akan
menjadi kebiasaan, kalau pun tidak pasti akan berpengaruh pada kualitas
belajar kami di pondok.
"Yakin ente naf?" Tanyaku kembali meyakinkan, ditakutkan dia hanya
bercanda
"Yakin, udah hayu. Tenang aja"
"Ente gimana ik? Mau ikut?" Tanyaku pada temanku yang satu lagi
"Ya klo kalian oke, ya ane ikut aja." Jawabnya
"Oke jadi gimana rencananya?" Tanyaku
"Ya kita berangkat nanti sesudah kumpul, liat dulu sikon, kalo sepi kita
berangkat!" Jawab temanku, Nafri yang memulai ide nakal ini
Menuju kampung atas saat itu hanya ada dua jalan, jalan gerbang depan dan
belakang.
Sebenarnya tidak ada gerbang atau tembok tinggi yang mengelilingi Pondok kami.
Hanya ada sawah dan kebun disekitarnya, jika ada santri yang ingin kabur, maka
tinggal kabur. Tak perlu memanjat tembok atau dinding.
Hanya saja resikonya jika ketauan atau ada yang melapor maka siap-siap akan
terkena sanksi dan hukuman. Karena pihak pondok dan masyarakat sekitar sudah
bekerja sama agar tidak memfasilitasi santri dalam hal melanggar disiplin
pondok.
***
Singkat cerita, saat itu jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kumpul sebelum
tidur di setiap kamar untuk pengabsenan pun sudah dilaksanakan.
Setiap santri sudah berada di asrama nya masing-masing untuk tidur. Namun
masih ada beberapa santri yang masih berkeliaran untuk ke kamar mandi atau
keperluan lain.
Terkecuali kami yang sedari tadi mundar mandir depan masjid mengintai kondisi
kantor ustadz, memastikan jika memang benar-benar sepi dan tak ada yang
melihat kami ketika nanti menyelinap diam-diam lewat jalan depan.
Sebenarnya saat itu ada dua opsi pilihan jalan, tapi saya memilih jalan depan
memang di rasa jalan depan saat itu kondisi sedang sepi. Dan saya pernah suatu
ketika keluar lewat jalan depan dan berhasil tidak ada yang mengetahui.
Dirasa kondisi sudah cukup sepi, satu persatu kami menyelinap melewati pagar
kayu sempit
Sesekali saya menengok kebelakang untuk meyakinkan jika tidak ada orang yang
melihat atau mengikuti.
Akhirnya kami pun berhasil keluar dari pondok, saat itu waktu menunjukkan
pukul 12 malam, jalan sangat sepi, warung pun sudah tutup.
Tapi kami dapat info jika ada warung buka 24 jam di jalan raya. Dan memang
betul warung tersebut masih buka.
Kami pun membeli beberapa snack, mie instan, telur dan kopi.
Selesai berbelanja kami langsung menuju TKP. Tanpa rasa bersalah kami mengetuk
pintu.
Tok.. tok..
"Nek.. Assalamualaikum.."
Ya, rumah tersebut adalah rumah nenek ku. Terlihat dari jendela nenekku
mengintip.
"Rajaf.. kok malem-malem gini kerumah" tanya nenekku
"Iya nek, saya lapar, belum makan tadi sore." Jawabku membuat alasan
"Ga ada apa-apa, ada juga nasi" jawabnya pelan karena terbangun dari
tidur nya.
"Ga papa nek, rajaf bawa makannya kok"
Sebenarnya nenekku saat itu tau jika kami sedang kabur dan jika ketauan pasti
akan terkena hukuman. Karena tidak mungkin pihak pondok mengizinkan santrinya
keluar malam hari.
Karena lapar, kami langsung saja memasak makanan yang sudah kami beli tadi di
warung.
"Enak ya ente punya nenek deket pondok, kalo ada apa-apa tinggal nyebrang." Kata Nafri yang sudah membeli semua makanan di warung tadi.
"Ya gitu Alhamdulillah, tapi sebenarnya bukan ane aja kok yang punya
keluarga sekitar pondok, ada juga. Cuma kayaknya mereka diam-diam." Jawabku
Karena biasanya jika ada yang tau jika santri tersebut memiliki saudara dekat
sekitaran pondok, pasti suatu saat akan dijadikan tempat untuk kabur dari
pondok.
Sebenarnya jika tidak punya keluarga atau saudara sekitar pondok pun bisa saja
kita membuat basecamp, asal pintar-pintar kita akrab dengan penduduk
sekitar dan saling menguntungkan.
Tapi saya lebih baik mengurungkan niat tersebut, karena pasti akan sangat
mengganggu.
***
Malam itu terasa sangat menyenangkan, meski ada rasa khawatir dan deg
degan.
Kami pun berjanji, jika malam ini kita berhasil pulang lagi ke pondok dengan
aman dan tidak ada yang mengetahui nya atau tidak ada panggilan, maka kami pun
tidak akan pernah mengulanginya lagi.
Bersambung..